Foto Istimewa : Rahman Faisal, S.S., M.M. Pengamat Politik & Akademisi UNPAM.
SUARA POLRI NEWS, JAKARTA – Akhir-akhir ini menuai gejolak perpolitikan untuk di ulas, Setelah gelaran Pilpres diwarnai semaraknya. Kini giliran pada Pilkada serentak tidak kalah menarik, Bahkan muncul “Simbol Darurat Zaman Orde Baru” yang Viral di Media Sosial.
Pengamat Politik dan Akademisi UNPAM (Universitas Pamulang ) Rahman Faisal (akrab dipanggil Bang Ichal), angkat bicara dan mengatakan, Polemik tarik menarik aturan hukum Pilkada ini, Berawal mulanya, Gejolak persyaratan Presiden dan Wapres. tentang batas usia
“Setelah gejolak Pilpres, Lalu lahir lah Putusan MK yang dapat dikatakan menguntungkan salah satu paslon sebelumnya, “ujar Dosen UMPAM, disapa Ichal, Kamis 22 Agustus 2024.
Menurut Ichal, Sudah benar proses melalui Langkah konstitusi namun karena mereka punya kepentingan masing-masing untuk meloloskan dan memenangkan Paslonya di pilkada serentak 2024 ini,
“Maka Para elit politik masing-masing jadi seramai dan semenarik dua putusan MA dan MK mengenai ambang batas usia calon Kepala Daerah, “ujarnya.
“Ramainya penolakan tidak hanya digaungkan Masyarakat tertentu, mahasiswa bahkan para akademisi juga ikut serta, “sambungnya.
Ichal mencoba mengulas, Jika melihat putusan MA dan MK, yang sedang ramai, putusan MA mengatur syarat usia calon kepala daerah ditentukan saat pelantikan calon terpilih.
“Putusan MK No 70/PUU-XXII/2024 tentang syarat usia calon kepala daerah dihitung saat penetapan pasangan calon Pilkada. Maka KPU selaku pelaksana undang-undang mengikuti Keputusan yang mana? “tanya Ichal
Ia berpandangan, Disinilah letak kebingungan atau adanya ketidakpastian hukum mengenai Pilkada tentang Usia Kepala Daerah.
“Walau tidak Forum pada Kamis (22/8/2024) Panja DPR melakukan rapat, dalam hitungan Jam sudah membuat satu Keputusan perubahan UU Pilkada. Inilah titik keramaian dan menjadi alasan riuhnya Pilkada 2024, “imbuhnya.
Selain itu lanjut Ichal, Lalu apakah DPR keliru dengan tidak mengikuti Keputusan MK? Lalu bagaimana dengan Keputusan MA?
“Ada dua putusan terkait Pilkada 2024. yang perlu memiliki kepastian hukum. Putusan MK mengikat, benar dan seharusnya? Disisilain Kita lihat lagi Keputusan MK, mengembalikan lagi kepada pembuat UU, dalam hal ini DPR yang merupakan Perwakilan Partai Politik pembawa aspirasi konstituennya dan Pemerintah, “paparnya
Oleh karena itu Kata Ichal, DPR melalui Paripurna dapat gunakan hak legislasi untuk membuat kepastian hukum tetap agar pelaksanaan Pilkada serentak ini dapat berjalan dengan baik dan tidak menimbulkan ketidakpastian hukum.
“Apakah merujuk Keputasan MA atau MK? Menarik ditunggu akan tetapi dari informasi yang beredar DPR mengubah UU Pilkada pasca putusan MK dan MA tujuannya untuk kepastian hukum, “imbuhnya.
Wajar publik bertanya, bahkan marah dengan banyak yang turun ke jalan. Apakah, mengenai ketidakpastian hukum atau kepentingan politik? Jadi kegentingan apa, kepentingan yang ada dalam Keputusan? “Menarik dinantikan bagaimana kepastian hukum berlaku apakah kepentingan atau memastikan semuanya berjalan sesuai hukum berlaku, “ungkapnya.
Mari, suarakan hak dan pendapat sesuai mekanisme yang berlaku dan tentu tetap mengedepankan kepentingan Nasional agar tidak terganggu hingga terhindar dari krisis berkelanjutan yang sangat merugikan Negara bahkan dimata dunia.
“Masing-masing miliki kepentingan tersendiri atau titipan dan sejenisnya. Suarakan dengan jalan yang benar bukan terpatri Kepentingan Kelompok tertentu, “tegasnya
“Jika memang ini merujuk kepentingan yang ramai dibahas yaitu (isu) untuk Kaesang maju Pilgub Jateng dikarenakan usianya belum mencukupi, saran saya (Lakukan statement terbuka jangan egois) untuk Kaesang dan PSI bahwa gelaran Pilkada serentak 2024 tidak akan maju walaupun banyak partai politik mendukung, “Sambungnya.
Kenapa demikian, Agar terhindar dari fitnah politik dan Pak Jokowi pada Oktober 2024 meninggalkan legitimasi politik yang baik untuk Masyarakat.
“Jika Kaesang (yang ramai diisukan) dan ternyata benar maju sebagai Calon Gubernur atau Wakil Gubernur Jawa Tengah maka dapat berdampak pada Legitimasi sang Ayah yaitu Pak Jokowi sebagai Presiden yang akan berakhir masa jabatannya pada 20 Oktober 2024, “paparnya.
Jika, isu ini dialamatkan untuk kepentingan golongan tertentu (Jokowi dan Kaesang) maka dengan tidak majunya Kaesang yang juga sebagai Bro Ketum PSI dalam hal ini terjawab sudah bahwa kegentingan ini bukan untuk kepentingan (Dinasti) Politik Jokowi (Sang Anak Gibran sudah jadi Wakil Presiden Terpilih), sang Menantu (Boby Nasution) maju Pilkada juga dengan Koalisi Gemuk. Lalu Jateng (diisukan Kaesang) akan maju juga.
Tapi apapun itu, inilah potret demokrasi Indonesia yang bahkan menjadi contoh Negara Demokrasi lainnya, perbedaan apapun tidak menimbulkan gejolak menggangu kepentingan Nasional.
“Gemerlap Pilres 2024 sudah selesai, mari menikmati gemerlap Demokrasi Indonesia pada gelaran Pilkada Serentak 2024 kali ini. Gunakan hak pilih kita, pilihlah Kepala Daerah yang memang menurut kita layak dipilih entah siapapun itu calonnya, ” Demikian Pendapat Pengamat Politik & Akademisi UNPAM. Melalui SUARA POLRI NEWS.
(Jurnalis : rohman)